Selasa, 24 Juni 2008

cAn yOu dO tHis... ?

Aku..., aku menitih langkah dengan berat, langkah yang tak terarah, langkah yang aku tatihkan bertahun-tahun dan terasa semakin melelahkan tiap waktunya. Aku seorang wanita tua... tapi aku tak yakin wanita tua bisa melakukan apa yang aku lakukan. Aku tak berpunya, aku tak punya rumah, bersamaku hanya ada rangkaian besi tua beroda yang mereka sebut gerobak tua, tapi bagiku itulah rumahku, rumah yang aku dorong tiap hari.

Rumah..., rumah itu indah bagiku, tempat dimana aku sembunyi dari panas yang membakar dan angin malam yang tiap harinya memaksa masuk kedalam tubuh rentaku. Didalam rumah itu secarik tubuh renta, kecil dan ringkuk terbaring. Tubuh itu adalah tubuh seorang lelaki yang aku sebut suami, tubuh yang sama yang pernah berpeluh keringat berusaha mengumpulkan sekeping kebahagiaan bagiku. Namun tubuh itu sekarang tak berdaya pada hidup, tubuh itu sakit dan ingin segera menyatu dengan tanah.

Anak..., aku pun tak ingat apakah aku pernah memiliki buah cinta itu?, yang aku ingat waktu itu ada seorang gadis kecil yang kutimang dengan kedua tanganku dan memanggil aku dengan sebutan ibu dan bapak pada suamiku. Gadis kecil manis yang mirip dengan suamiku. Berpuluh tahun yang lalu gadisku ini berusaha mengubah hidup kami, ia pergi ke negeri orang. Aku sangat senang pada waktu itu... ternyata gadis kecilku sedah menjadi dewasa dan ingin sekali membahagiakan aku dan suamiku yang sudah mulai lelah ini, tapi impianku untuk menikmati masa tua ku tak direstui oleh Penciptaku, gadisku hilang tak ad kabar. Aku kehilangan!... ya dia hilang, tak tahu bagaimana nasibnya di negeri orang, tapi aku juga ta punya daya untuk mencarinya.

Aku takut, aku tak tahu sampai kapan aku harus berjalan dengan rumah dan suamiku, aku tak punya tempat untuk memberhentikan rumah dan suamiku. Aku takut!... aku takut dengan orang-orang berseragam itu!, orang-orang berbadan tegap yang selalu ingin berusaha menyingkirkan kami dengan alasan keindahan kota dan kenyamanan masyarakat, tapi bukankah kami juga merupakan bagian dari keindahan hidup ini?, dan bukankah kami juga bagian darimasyarakat itu?, tapi kenapa mereka tidak mempedulikan keindahan hidup dan kenyamanan hidupku?.

Sore itu..., sore itu kulihat mata seorang anak lelaki, pandangan mata manusia yang selama ini membuat aku dan suamiku bertahan hidup. Ya... itu adalah mata iba, mata iba itu terus menatapku, gamang melihat padaku, ia ragu apakah harus berhenti kepadaku atau terus mengejar pandangan indah hidupnya, keindahan yang takkan pernah aku dapatkan. Mata iba itu masih bingung untuk memberikan sedikit hidup padaku, mata itu hilang, mata itu lebih memilih bertatap pada pijar lampu kota. Aku tak kecewa, paling tidak aku tahu mata iba itu telah sedikit memberikan aku tenaga untuk melewati hari ini. Dan bukankah mata muda itu masih memiliki banyak waktu untuk memperhatikan dan melakukan sesuatu yang lebih baik untuk sekitarnya.

Aku lelah!, tapi aku tak ingin berhenti. Aku tak ingin hidup meninggalkanku jauh dibelakang, aku akan mengusahakan langkahku untuk tetap bersama hidup, walaupun hidup sering meninggalkanku... tapi bagaimanapun hidup meninggalkanku, itulah hidupku, hidup yang tak bisa dimiliki orang lain, aku tak kecewa dengan hidupku!, bukannya sudah kewajibanku untuk menerima apa yang sudah diberikan Penciptaku....
Fiction story that inspired by woman life that i saw at June, 20th 2008

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Hufff...
wow...bener2 kehidupan nyata yg tanpa kita sadari memang ada di sekitar kita, kita tidak sadar ato memang tutup mata dg keberadaan mereka.
cerita wanita tua yg bertahan dg kehidupan yg menghimpit walaupun bukan ini yg dia harapkan di masa tuanya. Salut buat wanita Indonesia yg tidak cengeng dg kehidupan kota yg ruwet ini. Menarik banget cerita ini...

Saya Lia, selalu bangga dg generasi muda yg mencoba untuk mengingatkan kembali klo kita tidak boleh angkuh dan sombong. Tengoklah kembali mereka2 yg ada disekitarmu...
^^ Peace...